Lelang Fast Food

 

Untuk memulai kegiatan kami di proyek LIMINAL Cemeti, kami mengadakan acara lelang fast food yang secara parodi kami kemas dengan bentuk yang profesional yang mengingatkan pada lelang benda-benda berharga seperti barang seni di balai lelang. Selain itu, acara lelang ini dilakukan di rumah seni Cemeti yang merupakan galeri untuk memajang benda-benda seni kontemporer, sehingga kami terfikir untuk memparodikan fast food sebagai salah satu benda seni. Alasan kami mengadakan lelang ini, karena sebelumnya kami memiliki prasangka bahwa fast food di hari ini adalah jenis makanan yang dikenal lebih banyak memiliki keburukan daripada kebaikannya. Ia selalu dikaitkan dengan junk food, makanan tidak sehat, makanan yang tidak enak, tidak spesial, makanan yang jauh dari kearifan lokal, makanan yang diproduksi oleh mesin dan bukan tangan manusia, yang kemudian diracik oleh para buruh yang dibayar rendah, dsb.

Berangkat dari kecurigaan ini, kami kemudian ingin mengamatinya lebih dalam, dengan cara mengadakan lelang yang dilengkapi dengan berbagai elemen tambahan, seperti video teaser tentang makanannya, serta penjelasan dan latar belakang dari mana bahan-bahannya berasal yang semua dibuat secara berlebihan. Jenis makanan yang kami lelang sendiri terdiri dari 3 macam, yaitu ayam goreng tepung, hamburger dan donat kentang. Kami menggunakan seorang juru lelang yang tampak professional dengan dandanan berjas serta bersarung tangan.

Acara lelang dimulai dengan juru lelang mengucapkan salam pembuka dan bicara sedikit tentang lelang ini. Kemudian lelang pertama dilakukan dengan memutar video teaser ayam goreng tepung, dilanjutkan dengan membawa ayam kehadapan penonton dan juru lelang membacakan tentang bahan-bahan yang digunakan pada ayam goreng tepung ini. Setelah itu tawar menawar pun terjadi. Begitu seterusnya dengan lelang jenis makanan berikutnya, hamburger dan donat kentang. Kami memang menyiapkan beberapa aktor untuk terus menawar dengan harga lebih tinggi. Beberapa orang tampak bingung dan tidak percaya ketika sebuah hamburger terjual dengan harga 216,000 Rupiah dan sepaket donat kentang berisi 5 donat seharga 100,000 Rupiah. Saat lelang sempat terdengar bisik-bisik orang yang bertanya apakah ini lelang sungguhan atau hanya main-main dan apakah makanannya benar-benar terbuat dari bahan-bahan seperti yang dibacakan oleh juru lelang.

Setidaknya, sedikit dari kecurigaan kami terjawab dengan melihat situasi ini. Sepertinya hampir semua orang memiliki intepretasi yang sama tentang fast food, yang berupa makanan tidak sehat dan murah. Saat ayam goreng tepung dan hamburger dibuat dengan bahan-bahan pilihan oleh seorang ahli masak mungkin derajat makanan ini akan naik. Apalagi jika dibuat dari bahan lokal, organik, berasaskan lingkungan yang produknya terbatas dan dimasak oleh chef terkenal. Tetapi makanan dibawah term fast food, sepertinya secara otomatis sudah punya asosiasi tertentu yang negatif. Apakah karena kata fast dijaman ini tidak lagi menunjukan modernitas dan cenderung bersifat asal-asalan, tidak berdedikasi dan hanya terpusat pada hasil akhir yaitu pencapaian akan kecepatan waktu produksinya, bukan prosesnya?

Kami masih memiliki banyak pertanyaan seputar keberadaan fast food di jaman ini, karenanya kami masih akan melakukan serangkaian kegiatan, workshop dan diskusi dalam proyek ini. Semoga bermanfaat. Salam!