Uncle Sam Tour – Tur Makan Fast Food

 

Sebenarnya tur ini tercetus dari kelompok membaca yang kami sengaja adakan untuk membahas tulisan dari Pierre Bordieau tentang pembacaan selera di masyarakat. Namun, selera yang dimaksud disini bukan lagi tentang makanan dan rasa enak atau tidak melainkan membicarakan tentang hal yang lebih luas seperti pengungkapan kelas sosial yang dia bahasakan dengan kelas professional, guru dan buruh. Tentunya kalau kelompok membaca ini tidak hanya berhenti membicarakan ulang apa yang sudah tertulis di tulisan Pierre Bordieau itu melainkan mengaitkan dengan hal yang terdekat di sekitar kita untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan pemikirannya itu.

Saya kembalikan lagi ke tema 3 bulan pertama kami (Bakudapan), yaitu mengenai fast food. Kami berusaha melihat fast food dari berbagai macam sudut pandang dengan berbagai macam cara seperti mengadakan kelompok membaca, melakukan percobaan, melakukan jalan-jalan, menonton film, mengadakan workshop. Cara-cara itu kami pilih menyesuaikan topik apa yang ingin kami ketahui dan melihat kira-kira orang dengan cara berfikir seperti apa yang ingin kita ajak. Dan akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan cara jalan-jalan sambil makan fast food dan diberi nama “Uncle Sam Tour”. Dalam tur ini diikuti oleh sepuluh orang dari beragam usia, ketertarikan, disiplin ilmu.

Menjadi Amerika Sebagai Orang Indonesia

Tujuan dari tur ini adalah ke tiga tempat restoran yang menyajikannya makanan-makanan fast food. Kenapa saya menyebutnya sebagai restoran? Karena dari ke tiga tempat ini memang mereka sedang berusaha untuk menyajikan kesan restoran bukan lagi kesan warung. Dalam perjalanan ini setiap peserta tur berkewajiban untuk membayar dua puluh ribu rupiah yang akan digunakan untuk membeli makanan selama kita berhenti di setiap tempat makan tersebut. Dan satu lagi yang wajib dalam tur ini adalah menemukan solusi transportasi masing-masing peserta karena kita dengan sengaja menciptakan suasana yang benar-benar seperti mampir di tempat makan karena kebutuhan perut atau kebutuhan lainnya.

Pemilihan tempat makan yang pertama adalah Olive Fried Chicken dengan menu ayam dan nasi dan es teh, yang kedua adalah Mister Burger dengan menu varian burger yang ada seperti daging, ayam dan keju dan yang terakhir adalah JCo dengan menu varian donat yang ada di sana. Sebelum tur ini dimulai sempat ada beberapa yang bertanya mengapa tur ini ke tempat makan fast food yang bukan tempat makan fast food yang benar-benar franchise dari Amerika. Memang sengaja dalam tur ini mengajak untuk melihat, merasakan, menciptaakan pengalaman langsung dan menciptakan ruang diskusi santai sembari mengomentari atau melaporkan langsung apa yang dirasakan saat itu. Memang itu juga sih tujuannya dari tur ini agar tidak membicarakan yang ada di bayangan saja tapi membicarakan apa yang di depan mata. Dan pemilihan tempatnya di tiga restoran fast food yang sebenarnya adalah miliki orang Indonesia karena dalam tur ini sebenarnya juga membicarakan tentang makna menjadi Amerika sebagai orang Indonesia yang sesungguhnya dengan mengadopsi konsep-konsep dari Amerika dan pola yang sering dilakukan oleh orang Amerika dilihat dari beberapa sumber umum seperti film, cerita orang dan tempat makan yang merupakan franchise dari Amerika langsung.

Pierre Bordieau dan Restoran Fast Food Indonesia

Setiap kita datang ke rumah makan kita akan melakukan kegiatan yang sama dengan pengunjung lainnya yaitu memesan, duduk dan bercengkrama lalu pulang. Setelah kita dengan urut mengunjungi Olive Fried Chicken lalu Mister Burger Kofisyop dan yang terakhir J.Co di dalam Mall Malioboro kami bisa merasakan beberapa perbedaan dan kita mencoba untuk hadir dan merasakan langsung pengalaman makan seperti apa yang ada di dalam rumah makan itu tetapi tetap pada obrolan pertama yaitu mengenai pembacaan kelas sosial melalui selera yang berusaha dihadirkan oleh tempat makan itu seperti penampilan restorannya, makanan, pelayanan dan letak dari restoran itu sendiri.

Pierre Bordieau dalam pemikirannya dia membagi kelas sosial menurut kebutuhan dan selera makan menjadi tiga yaitu: Kelas professional, kelas guru dan kelas buruh lalu kita mencoba untuk mengadopsi tiga kelas yang sudah diciptakan oleh Bordieau dengan lingkungan dan suasana sekitar yang ada seperti menggabungkan pengalaman pribadi kita dan beberapa latar belakang disiplin ilmu kita yang mau tidak mau secara sadar atau tidak ammpu mempengaruhi cara pandang kita terhadap suatu permasalahan. Dan yang menarik, obrolan kita yang mengikuti tur tidak membicarakan Pierre Bordieau dan segala teori yang dipunya tapi kita membicarakan segala hal yang berkaitan dengan interpretasi kita, pengalaman dan latar belakang ilmu kita yang seolah-olah berusaha membentuk teori baru yang juga membicarakan pembacaan kelas sosial melalui selera dan kebutuhan.

Di setiap rumah makan sebelum kita beranjak kita selalu menyempatkan untuk menulis segala macama interpretasi yang kita dapatkan di tempat makan itu untuk menjadikannya sebagai dokumentasi.