The Power of Hunger : Resep Ceker Ayam Gelatin Romania

Prolog oleh Shilfina Putri Widatama/ Resep oleh Elia Nurvista

“Siapa yang menguasai pangan, maka akan menguasai dunia”.

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Maka dari itu, krisis pangan adalah salah satu krisis yang paling mengancam manusia. Krisis pangan masih mengintai bahkan hingga saat ini. Kemunculannya juga tidak selalu diakibatkan oleh perilaku alam. Ketimpangan sosial, ekonomi, dan berbagai ulah manusia lainnya memiliki andil yang signifikan dalam menghadirkan krisis pangan. Krisis pangan juga tidak terbatas sebagai kelangkaan belaka. Pada banyak situasi, krisis pangan justru terjadi ketika pangan itu sendiri berlimpah. Keberlimpahan pangan ternyata tidak dapat menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Dalam banyak kasus, persoalan akses terhadap pangan yang disebabkan dari perihal ekonomi, kelas, maupun politik menjadi penyebab utama krisis pangan seperti kelaparan dan malnutrisi.

Pada akhirnya, krisis yang terjadi di masyarakat akan merambat memasuki kehidupan domestik. Termasuk krisis pangan, yang secara langsung akan berimbas pada kehidupan domestik. Pangan berproses dalam bentuk pengolahan dan pendistribusian dengan meja makan dan piring sebagai hilirnya.  Sebelum pangan menjadi santapan, ia harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan tersebut terjadi di ruang domestik seperti dapur, dan dilakukan oleh orang-orang yang akrab dengan ruang tersebut. Sebagai salah satu ruang yang sangat penting dalam kehidupan domestik, dapur dan para pekerjanya tidak bisa berhenti untuk bekerja. Dapur harus terus mengolah pangan menjadi masakan dan makanan untuk menyokong kehidupan lainnya. Termasuk ketika krisis pangan melanda, maka dapur dan para punggawanya harus bisa mencari cara untuk bekerja dan keluar dari krisis yang mengancam.  

Krisis pangan mengerucutkan aktivitas dapur dan memasak menjadi persoalan bertahan hidup. Tidak banyak pilihan untuk menciptakan, ketika keterbatasan bahan dan pangan menjadi kenyataan di sekitar. Meski demikian, banyak orang memutuskan untuk tidak menyerah kepada lapar tanpa adanya perlawanan. Perlawanan yang datang dari ruang dan laku domestik memang tidak dapat secara langsung menghentikan penjajahan, kemiskinan, gagal panen, dan opresi lainnya. Akan tetapi ketika proses mengolah dan memasak dilakukan secara gigih dan kreatif, maka krisis pangan dapat terlewati sebagaimana dengan krisis-krisis lainnya.

Laman ini akan berusaha untuk menyingkap berbagai resep pengolahan dan penciptaan makanan yang pernah terjadi di saat krisis. Barangkali, resep-resep yang muncul adalah resep yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya; resep yang asing dan bagi banyak orang akan menuntun pada pertanyaan “yang benar saja?”. Tapi memang benar adanya, resep-resep ini hadir sebagaimana ia menjadi bentuk resistensi dari mereka yang paling tersubjugasi.

Resep Ceker Ayam Gelatin Romania

Pada tahun 1965-1989 Romania berada di bawah rezim komunis dengan Presiden Nicolae Ceausescu. Romania menjadi salah satu dari beberapai negara di Eropa Timur yang menjadi komunis pada era perang dingin. Kepemimpinan Ceausescu banyak menghasilkan kebijakan pangan yang merugikan masyarakat. Salah satunya adalah rasionalisasi atau penjatahan jumlah dan jenis pangan. Akibat dari kebijakan tersebut, pasokan pangan dari pemerintah menjadi terbatas. Warga pun kerap mengalami kekurangan bahan makanan, terutama saat musim dingin.

Situasi di Romania mulai memburuk pada akhir 1970-an ketika Ceausescu dengan ambisius memutuskan untuk melunasi utang luar negeri Romania dengan mengekspor apa pun yang bisa dijual. Makanan dan barang-barang produksi Romania yang berkualitas baik juga menjadi bagian dari komoditi ekspor. Akibatnya, masyarakat Romania sendiri tidak dapat menikmati barang-barang tersebut. Pada saat yang sama, Ceausescu juga mengabaikan industri pertanian dan makanan. Ceausescu memilih untuk memprioritaskan industri baja, produk minyak, bahan kimia,  dan mesin berat. Hal tersebut dikarenakan pemerintah telah berinvestasi banyak dalam industri-industri tersebut. Investasi dilakukan dengan menggunakan uang pinjaman, yang pada akhirnya berimbas pada kurangnya rantai pasokan produk makanan. Selain ketimpangan pembangunan sektor industri dan ekspor, sentralisasi juga menjadi permasalahan penting lainnya. Banyaknya keputusan yang hanya diambil segelintir orang di pusat mengakibatkan produktivitas perekonomian memburuk di segala sektor.

Penjatahan bahan makanan pokok dan makanan menjadi semakin ketat ketika memasuki era 1980an. Maraknya kekurangan akibat penjatahan berawal dari distribusi gula dan minyak goreng, yang kemudian merambat ke panganan lain. Untuk mendapatkan kedua bahan tersebut, warga harus membawa kartu identitas mereka dan hanya bisa membeli di toko dimana mereka terdaftar. Di kota Bukares, satu keluarga hanya mendapatkan jatah 1 kg gula dan 1,5 liter minyak goreng untuk satu bulan. Bahkan hal pokok lainnya seperti roti juga dijatah. Tidak jarang, roti sengaja dipanggang terlebih dahulu dan baru dijual 2-3 hari setelahnya agar orang tidak ingin membeli terlalu banyak. Di lain sisi, bahan-bahan pangan yang tidak dijatah dan tidak disediakan pemerintah juga semakin sulit didapat. Kopi, produk olahan susu, buah segar yang berada di luar musimnya menjadi beberapa diantaranya. Buah impor seperti pisang dan jeruk adalah barang langka yang kerap menjadi dongeng bagi anak-anak. 

Produk yang relatif mudah untuk didapatkan  adalah ikan beku dari Atlantik. Sementara itu, ikan segar menjadi jarang ditemukan dengan semakin mengetatnya peraturan penangkapan ikan. Peraturan tersebut mengharuskan nelayan untuk menjual sebagian besar hasil tangkapannya ke negara. Selain ikan, ayam juga menjadi bahan pangan yang relatif mudah untuk dijumpai, namun tetap tidak mudah untuk dinikmati. Tidak jarang, warga harus mengantri berjam-jam untuk membeli ayam. Ketika warga mendapat kesempatan untuk membelinya, banyak dari mereka yang hanya bisa mendapatkan kaki dan leher ayam. Sebagai guyonan satir, ayam sering dijuluki sebagai “patriot”; karena  hanya mereka yang masih tinggal di dalam negeri ketika yang lainnya pergi sebagai barang ekspor.

Krisis ayam yang terjadi mendorong sebagian besar ibu-ibu rumah tangga untuk menggunakan kreatifitasnya dalam dapur. Dengan sisa-sisa bagian ayam seperti kaki dan leher, mereka mencari akal untuk tetap menikmati hidup dan berbagai rasa yang menjadi sari perjuangan hidup. Salah satu bentuk kreatifitas mereka adalah resep  “Ceker Ayam Gelatin” atau “Piftie Din Ghiare De Pui”. Berikut resepnya :

Bahan:

  • 12 ceker ayam
  • 1 buah tulang dada ayam dan kulitnya
  • wortel dan seledri
  • 2 siung bawang putih
  • 1 sendok teh lada hitam
  • 1 sedok makan garam
  • 3 hati ayam
  • air perasan lemon dari 1 buah lemon

Cara membuat:

  1. Ceker ayam dicuci dulu lalu masukan dalam 3 liter air.
  2. Beri 1 satu sendok garam  (jangan lebih karena mengakibatkan kaldu sulit membeku seperti jelly) dan 2 siung bawang putih yang diiris tipis dan satu sendok lada hitam.
  3. Rebus ceker sampai airnya sudah jadi setengah atau sampai kulit ceker ayam sudah mau lepas.
  4. Di panci lain, rebus hati ayam hingga matang, potong kecil-kecil.
  5. Lalu rebus sayuran wortel dan seledri yang telah di potong kecil-kecil.
  6. Setelah ceker ayam matang, simpan air kaldu yang mengental sementara daging, kulit dan otot ceker bisa dilepaskan dari tulang.
  7. Siapkan mangkuk bening, tata hati ayam dan sayuran, masukan kaldu setengah hingga permukaan sayuran dan hati terendam, diamkan hingga solid.
  8. Masukan daging dan kulit dari ceker dan tuangkan lagi kaldu dan tunggu hingga solid.
  9. Setelah solid seperti jelly, pindahkan dalam piring ceper dan beri sedikir perasan jus lemon diatasnya.

Resep diambil dari http://retetesigust.blogspot.com/2018/11/piftie-din-ghiare-de-pui.html, diterjemahkan oleh Luft Adelina.