264

228 Peace Park[1], 1025 Demonstration[2], dan 823 Artillery Bombardment[3], adalah beberapa contoh dari peristiwa yang diberi nama sesuai dengan tanggal peristiwa tersebut terjadi. Seperti 228 berarti peristiwa tesebut terjadi pada 28 Februari dan demonstrasi 1025, berarti terjadi pada 25 Oktober. 264 sendiri dipilih untuk menjadi judul proyek residensi Bakudapan di Bamboo Curtain Studio bulan Agustus sampai September yang lalu, yang diikuti oleh Gatari dan Nisa. 26 April 2010 merupakan hari persidangan dari seorang majikan Taiwan yang melakukan tindakan pemaksaan kepada tiga pekerjanya untuk mengonsumsi daging babi[4]. Tiga pekerja ini berasal dari Indonesia dan mereka memang tidak mengonsumsi daging babi sebagai seorang Muslim. Selama kurang lebih tujuh bulan lamanya, mereka terpaksa mengonsumsi daging babi dengan ancaman pemotongan gaji sebesar 500NTD.

Pemaksaan untuk mengonsumsi daging babi sering terjadi saat pertama kali Buruh Migran Indonesia (BMI) datang ke Taiwan. Tentu saja tidak semua majikan di Taiwan, tidak memahami bahwa banyak BMI yang datang untuk bekerja beragama Islam dan mereka tidak bisa mengonsumsi daging babi, terlebih hal ini dituliskan dalam Al-Qur’an. Mengikuti ajaran di dalam Al-Qur’an merupakan salah satu wujud dari ibadah, sehingga saat seorang Muslim mengonsumsi daging babi, hal tersebut terhitung sebagai dosa. Dalam menentukan suatu makanan halal atau tidak, terdapat lembaga yang menerbitkan sertifikatnya, yaitu Majelis Ulama Indonesia. Tidak hanya makanan yang mendapatkan sertifikasi halal, tetapi restoran juga menggunakan sertifikat halal untuk menjelaskan bahwa mereka tidak menyajikan daging babi.

Ada dua alasan para majikan di Taiwan untuk memaksa pekerjanya mengonsumsi daging babi yang kami dapat setelah mengobrol dengan beberapa teman BMI, yaitu sumber energi dan kepraktisan. Pertama, di Taiwan, mereka mempercayai bahwa dengan mengonsumsi daging babi, maka mereka akan mendapat energi yang nantinya berguna saat bekerja. Sehingga saat teman-teman BMI tidak mengonsumsi daging babi, majikan mereka merasa nantinya saat bekerja teman-teman BMI tidak akan mempunyai cukup tenaga. Kedua, alasan kepraktisan yang sering kami dengar, terutama dari mereka yang bekerja di area domestik. Mereka yang bekerja di area domestik akan tinggal satu rumah dengan majikan mereka dan untuk memudahkan serta meminimalisir pengeluaran, makanan sehari-hari tidak dibedakan antara pekerja dan majikan. Sehingga saat majikan mereka mengonsumsi daging babi, secara praktis pekerjanya pun harus makan menu yang serupa.

Terkait dengan proyek residensi Bakudapan di Bamboo Curtain Studio, kami ingin mencari tahu kisah seputar dapur, terutama melalui pengalaman teman-teman BMI yang bekerja di area domestik. Kami mempercayai bahwa dapur tidak hanya ruang untuk memasak, tetapi juga menjadi ruang yang menghasilkan pengetahuan dan konflik.  Di dapur sendiri, pertukaran pengetahuan tidak hanya dihasilkan melalui obrolan antara majikan dan BMI. Namun, perbedaan preferensi rasa yang dimiliki masing-masing dapat menjadi pemicu konflik, tetapi juga disaat bersamaan dapat menambah pengetahuan mereka dalam memasak. Contohnya, saat orang Indonesia memasak satu menu, mereka akan menggunakan empat sampai tujuh bumbu, tapi saat orang Taiwan memasak, mereka hanya menggunakan bawang putih dan sedikit saus. Minggu-minggu pertama kedatangan di Taipei, kami mendapati cerita menarik mengenai konsumsi daging babi dari teman-teman BMI, seperti contoh singkat yang dipaparkan sebelumnya.

Identitas kami sebagai orang Indonesia, tak disangka mampu menjadi pintu untuk menciptakan keakraban di antara kami dan teman-teman BMI. Perasaan yang dirasa sama yaitu, pergi jauh dari rumah untuk ‘bekerja’, yang kemudian membuat pembicaraan diantara kami dan teman-teman BMI menjadi lebih intim. Topik-topik intim ini meliputi konflik yang tercipta dari dapur antara teman BMI dan majikan, atau bahkan skandal percintaan diantara mereka yang bermuara dari dapur. Bukan hanya karena identitas kami berdua sebagai orang Indonesia, kunjungan rutin kami ke tempat tongkrongan mereka, juga menjadi salah satu alasan kami mampu membicarakan hal-hal intim. Padatnya hari kerja dan keterbatasannya hari libur, membuat teman-teman BMI memanfaatkan dengan sangat baik beberapa tempat tongkrongan. Tempat tongkrongan tersebut meliputi taman yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka dan Hall Taipei Main Station, stasiun kereta metro yang terletak di tengah kota Taipei.

Beberapa cerita yang kami peroleh, mendorong kami untuk memikirkan kembali cara mendiskusikan dan membaginya dengan beberapa pihak diluar teman-teman BMI kami. Kembali mengingat ketertarikan kami terhadap isu makanan dan kaitannya dengan dapur, kemudian menggiring kami untuk menggunakan acara makan siang sebagai salah satu media pemantik diskusi. Bagi sebagian orang, mendapat undangan makan siang menjadi acara yang cukup familiar, tetapi tidak hanya dengan makan siang saja, kami membubuhi narasi di dalamnya untuk menimbulkan diskusi. Menu-menu yang kami hadirkan pun merupakan hasil kreasi dari cerita-cerita awal seputar kehidupan BMI dan kaitannya dengan dapur. Tulisan ini akan menjadi pengantar dari beberapa tulisan yang akan kami buat untuk proyek 264 ini.

(Gatari, Nisa)

[1] https://en.wikipedia.org/wiki/228_Peace_Memorial_Park

[2] https://en.wikipedia.org/wiki/1025_rally_to_safeguard_Taiwan

[3] http://www.taipeitimes.com/News/taiwan/archives/2011/08/23/2003511444

[4] http://www.antaranews.com/berita/186702/pejabat-taiwan-kecam-paksaan-makan-babi-terhadap-tki-muslim dan http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/10/05/11/115073-tiga-tkw-dipaksa-makan-daging-babi