Lewati ke konten
  • Proyek
  • Kabar
  • Kiriman
  • Inspirasi
  • Publikasi
  • Ekosistem
  • Toko
  • Tentang
    • Tentang Bakudapan
    • Profil Anggota
  • Kontak
  • Project
  • News
  • Submissions
  • Inspiration
  • Publications
  • Ecosystem
  • Shop
  • About
    • About Bakudapan
    • Member Profile
  • Contact

Bakudapan Food Study Group

  • ID
  • EN
  • ID
  • EN
Search
  • Proyek

Siapa Sih Fast Food?

Fast & Foodrious
  • 25 Agustus 2015
  • Fikri Yathir

Obrolan santai untuk mengenal lebih jauh sosok fast food di kehidupan kita

Anak-anak, remaja, dan anak muda nampaknya merupakan target-target usia utama dalam industri fast food. Asumsi ini didasarkan pada komposisi pengunjung yang makan di setiap gerai fast food (baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri), berbagai paket promo yang terjangkau bagi para pelajar, kupon-kupon gratis yang dipromosikan melalui telepon selular dan smartphone seperti sms atau LINE, paket acara ulang tahun, juga paket happy meal untuk anak-anak. Selain itu, di beberapa gerai ada juga yang menyediakan ruang bermain untuk anak-anak layaknya di taman bermain atau taman kanak-kanak.

Berangkat dari asumsi inilah, rasa penasaran untu mengetahui seperti apa pandangan serta pendapat anak-anak, remaja, dan anak muda ini mengenai fast food, maka diadakan kegiatan bertajuk “Siapa Sih Fast Food?”. Dengan bertanya seperti ini, kami ingin memancing obrolan dengan mengandaikan fast food seperti manusia agar para peserta bisa merasakan kedekatan dengan tema diskusi. Target peserta kegiatan ini adalah anak SD hingga mahasiswa. Kami ingin mengajak mereka mengobrol mengenai pandangan-pandangan mereka terhadap fast food. Kami penasaran apakah mereka sebagai salah satu konsumen utama juga mempunyai gagasan atau kritik terhadap sesuatu yang mereka konsumsi yang belum pernah kita dengar langsung dari mereka.

Kegiatan “Siapa Sih Fast Food?” diikuti oleh 9 peserta; 1 peserta SD, 1 peserta yang baru saja lulus SMA, dan sisanya adalah mahasiswa dan karyawan. Tiga dari semblan peserta ini adalah anggota Bakudapan sendiri. Memang komposisi peserta ini kurang sesuai dengan rencana yang awalnya ingin mengajak 2 anak SD, 1 pelajar SMP dan SMA, dan 2 mahasiswa (mahasiswa baru dan mahasiswa tingkat akhir). Meskipun demikian, diskusi berjalan cukup cair dan adil. Semua berbicara sesuai giliran. Peserta SD pun yang bersalah dari SD tumbuh juga sangat aktif dan kritis walaupun dia masih kelas 1.

Ada tiga plot yang membangun diskusi. Pertama, kami menyajikan slide show foto-foto yang telah dikurasi dari berbagai sumber di internet. Ada 14 foto yang menggambarkan suatu momen atau kegiatan tertentu yang sekiranya menarik perhatian mereka. Setiap foto ini telah diberi nomor dan peserta diminta untuk menuliskan foto nomor berapa yang menurutnya paling menarik perhatian mereka. Setelah mereka melihat smeua foto, mereka menuliskan nomor dan pandangan mereka terhadap foto tersebut di selembar kertas yang telah dibagikan. Mereka bebas memilih jumlah foto yang menurut mereka menarik untuk diceritakan.

Dari plot pertama ini, foto yang paling banyak dipilih karena dianggap mencuri perhatian adalah foto yang menampilkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama sedang menikmati burger di sebuah gerai fast food bersama rekan kerjanya. Mereka berdua tampak menikmati makanan tersebut dengan setelan jas serta dasi. Ada tiga pendapat menarik yang juga sering diulang-ulang oleh setiap peserta yang kena giliran untuk berbicara mengenai foto pilihannya ini. Pertama, ada yang mengatakan bahwa meskipun fast food ini sudah diketahui sebagai makanan yang tidak sehat, namun foto tersebut menggambarkan betapa kuatnya pengaruh fast food ini sehingga Barak Obama dan teman kerjanya pun makan fast food di restoran fast food. “Barack Obama dan pejabat aja masih makan fast food” ujar salah satu peserta. Kedua, ada juga yang mengatakan bahwa foto ini justru ingin seperti menangkis isu tidak sehat tersebut. Salah satu peserta melihat bahwa dengan adanya Barak Obama makan fast food, artinya bahwa fast food itu bukanlah makanan yang berbahaya. Barak Obama sebagai presiden di sini dilihat sebagai simbol yang memiliki kekuatan tertentu untuk mengubah atau mugkin membalikkan isu. Pendapat ketiga nampaknya lebih realistis dengan mengatakan bahwa foto ini menggambarkan bahwa fast food cocok bagi para pekerja yang super sibuk karena cepat saji dan mudah disantap.

Foto lain yang juga banyak dipilih oleh peserta adalah foto yang memperlihatkan seorang wanita sedang menyantap burger sambil menyetir. Ada yang mengatakan bahwa fenomena seperti ini “sangat Amerika” dan ada juga yang mencoba lebih peka dengan mengatakan bahwa foto ini semakin memperkuat kesan fast food sebagai makanan alternatif saat lapar tapi harus terburu-buru.

Salah satu foto di plot pertama ini yang tidak kalah menarik setelah mendengar pendapat salah satu peserta adalah foto yang memperlihatkan sekelompok teman sedang makan bersama di sebuah restoran fast food. Salah satu peserta tersebut bercerita bahwa fast food memang identik dengan junk food meskipun tidak semua fast food itu junk food, dan kalau makan junk food beramai-ramai tidak ada perasaan bersalah “karena ada temannya” katanya ketimbang makan sendiri.

Plot kedua, kami menampilkan beberapa foto yang bersifat analogis untuk didiskusikan bersama. Foto-foto tersebut ada yang menampilkan dua tubuh manusia yang bagian dalam perutnya kelihatan seperti mesin. Yang satu mesinnya rusak karena di tangannya memegang burger dan fries, yang satu lagi mesinnya bersih serta terawat karena di tangannya memegang apel dan barbel. Salah satu peserta yang sudah bekerja mengatakan bahwa dia tidak terlalu sepakat dengan apa yang ingin disampaikan foto ini. Menurutnya sumber kesehatan bukan berasal dari makanan yang dikonsumsi semata tapi dari berbagai faktor. Dia juga menambahkan bahwa belum tentu dengan mkanan sehat tubuh kita juga sehat. Kondisi emosi, stress, suaana batin, dan sebagainya juga bisa berperan dalam menciptaan kesehatan katanya.

Ada juga beberapa foto yang menunjukkan paket-paket promo yang biasa disebarkan lewat LINE. Beberapa peserta, terutama yang mahasiswa pun merespon. Ada yang mengatakan bahwa dia tidak pernah tertarik dengan promo-promo tersebut, ada juga yang menceritakan pengalaman pribadinya demi mendapatkan promo paket fast food ini meskipun sudah larut malam.

Plot ketiga, setiap peserta diminta untuk berandai-andai memiliki restoran fast food di masa depan dan menceritakan imajinasi tersebut melalui deskripsi tertulis atau gambar atau keduanya. Tujuannya ingin melihat konsep ideal mereka masing-masing terhadap fast food. Berikut rangkumannya:

  1. Peserta mahasiswa: harus ada WiFi 24 jam
  2. Peserta mahasiswa: menunya beragam; ada soy milk, pumpkin cake, carrot cake, pudding kelapa dan nanas
  3. Peserta lulusan SMA: restoran fast food yang sehat; tetap cepat saji tapi sistem menu dan pemesanannya mudah serta praktis. Ada sayurnya dan bebas pengawet. Hanya drive thru, bukan tempat nongkrong sehingga tidak perlu ada wifi. Kemasannya tidak menggunakan bahan plastik tapi dari kertas ramah lingkungan. Dia juga ingin memberikan diskon 10% bagi yang membawa kotak dan botol makanan serta minuman sendiri. Minuman yang disediakan pun bukan yang beralkohol dan bersoda, tapi jus buah, kopi, dan teh saja.
  4. Peserta SD: harus ada menu vegetarian, misal burger sayur dan spaghetti sayur
  5. Peserta mahasiwa: menu beragam, ada tempat penitipan anak, ada drive thru, tidak boleh ada happy meal karena dia tidak suka melihat anak-anak merengak minta dibelikan mainan tersebut, dan tidak ada bau menyengat karena dia sendiri tidak suka bau khas restoran fast food yang tercium dari luar
  6. Peserta mahasiswa: dia ingin menyediakan makanan yang saking praktisnya bisa dimakan sambil naik motor

Artikel Terkait

Related Articles

Mencari yang Orisinal dalam Sepotong Ayam
  • Proyek

Mencari yang Orisinal dalam Sepotong Ayam

  • Fast & Foodrious
29 Juni 2017
Resep Burger UFO
  • Proyek

Resep Burger UFO

  • Fast & Foodrious
  • /Resep
20 Februari 2017
Jurnal Bakudapan Volume #1 “Fast and Foodrious”
  • Publikasi

Jurnal Bakudapan Volume #1 “Fast and Foodrious”

  • Fast & Foodrious
24 Januari 2017
Kontak Kami
bakudapan@gmail.com
Contact Us
bakudapan@gmail.com
Tentang Kami
Kirim Tulisan
About Us
Submissions
Facebook
Instagram
YouTube
© 2015 - 2024 Bakudapan Food Study Group
Powered by ScriptMedia
Download Portfolio

BAKUDAPAN is a study group that discuss ideas about food. The word BAKUDAPAN itself is inspired by “bakudapa”, which comes from Manadonese (North Sulawesi) language meaning to “meet”, and also “kudapan” which is a kind of snack that is usually served when there are activities such as a meeting, visiting, and even when hanging out. Therefore, “bakudapan” can be translated as eating snacks while meeting. Through this name, we would like to meet with people who have an interest in food.

BAKUDAPAN adalah sebuah kelompok studi yang mengkaji topik-topik mengenai makan dan makanan. BAKUDAPAN sendiri terinspirasi dari kata “bakudapa” yang berasal dari bahasa Manado (Sulawesi Utara), yang berarti “bertemu”, dan “kudapan” adalah makanan ringan yang biasa disajikan saat adanya aktivitas bertemu orang lain, baik bertamu, rapat, ataupun nongkrong. Sehingga “bakudapan” dapat diartikan sebagai kegiatan bertemu sambil memakan kudapan. Melalui nama inilah, kami ingin bertemu dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap makanan.

We believe that food not merely about filling the stomach. Moreover, food are not restricted about cooking, history, conservation and the ambition to introduce it to the world. For us, food can be an instrument to speak about broader issues, such as politics, social, gender, economy, philosophy, art, and culture.

Kami percaya bahwa makanan tidak hanya soal memasak, asal muasalnya, serta ambisi untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada dunia. Bagi kami, makanan dapat menjadi alat dan jalan masuk untuk membicarakan isu yang lebih luas, baik itu ekonomi, politik, sosial, gender, seni, maupun budaya yang lebih luas.

As a study group, we were open for those who would like to join with our projects and activities, despite the difference of backgrounds. The main scheme in our projects is to do cross reference and research about food, which have a trajectory between art, ethnography, research and practice. In doing research, we interested to explore and experiment with the methods and forms, from arts (performance, artistic setting, exhibition, etc) to daily life practices (cooking, gardening, reading, etc). As a reflection process and our intention to generate and share the knowledge, we produce a journal in every projects and actively train ourselves to writes in our website.

Sebagai kelompok belajar kajian makanan, kami terbuka untuk rekan-rekan yang ingin bergabung dengan latar belakang yang beragam. Skema kerja dalam kelompok Bakudapan ini adalah melakukan penelitian dan silang referensi tentang makanan, baik dalam ranah etnografi, antropologi dan seni. Dalam prakteknya kami juga tertarik bereksperimen dengan berbagai metode, mulai dari aktivitas pameran seni, performans, hingga kegiatan seperti memasak, berkebun, klub membaca dan lainnya. Sebagai bagian dari proses riset dan reflektif, kami sedang memaksa diri kami untuk aktif menulis melalui website ini.

Download Portfolio

Kirimkan tulisan kalian disini!

Submit your work here!

Elia Nurvista (b.1983)
Elia Nurvista explores a wide range of art mediums with an interdisciplinary approach and focuses on the discourse on food politics. Through food, she intends to scrutinize power, social, and economic inequality in this world. Using several mediums from workshop, study group, publication, site specific, performance, video and art installations, she explores the social implications of the food system to critically address the wider issues such as ecology, gender, class and geopolitics. In 2015, with Khairunnisa she initiated Bakudapan Food Study Group. She actively works on her individual projects as well as collective work with Bakudapan.

Elia Nurvista (b.1983)
Elia Nurvista merupakan seniman multidisiplin yang karya-karyanya fokus pada politik pangan. Melalui pangan, ia ingin melihat lebih dalam tentang ketimpangan kekuasaan, sosial, dan ekonomi yang beroperasi secara global. Dengan menggunakan berbagai medium seperti lokakarya, kelompok belajar, publikasi, site specific, pertunjukan, video dan instalasi seni, ia mengeksplorasi implikasi sosial dari sistem pangan untuk secara kritis menyikapi isu-isu yang lebih luas seperti ekologi, gender, kelas dan geopolitik. Pada tahun 2015, bersama Khairunnisa, ia memprakarsai Bakudapan Food Study Group. Ia aktif mengerjakan proyek-proyek individualnya dan juga kerja kolektif bersama Bakudapan.

Eliesta Handitya (b. 1998)
Eliesta Handitya is an anthropology learner, graduated from Cultural Anthropology Department, UGM. She worked on a daily basis as an independent researcher, writer, and editor based in Yogyakarta/Bandung. Liesta is interested in delving on how cultural and social movements become ways in weaving mutual collaboration, practicing collective care to sustain equality and justice, and create space for people to learn together—nurtured with the community or in her daily personal life. Her research revolves around the intersectionalities between urban issues, social-technological studies, social-ecological justice, and cultural labor issues. Liesta is also a member of Struggles for Sovereignty, and co-managing independent publication project named Poppakultura.

Eliesta Handitya (b. 1998)
Eliesta Handitya adalah seorang pembelajar antropologi, lulusan Departemen Antropologi Budaya, UGM. Saat ini, ia bekerja sebagai penulis, peneliti, dan editor independen berbasis di Yogyakarta/Bandung. Liesta tertarik mendalami bagaimana gerakan sosial dan kebudayaan bisa menjadi cara untuk merajut kolaborasi yang setara, merawat kesetaraan dan keadilan, dan menciptakan ruang tumbuh bersama—ditumbuhkan melalui kerja komunitas maupun dalam kehidupan personal sehari-hari. Fokus penelitian yang ia dalami, di antaranya persilangan mengenai isu perkotaan, pangan, kajian dengan pendekatan sosial-teknologi, keadilan sosial-ekologi, dan pekerja budaya. Liesta juga merupakan anggota Struggles for Sovereignty, dan sedang mengelola proyek penerbitan independen bernama Poppakultura.

Gatari Surya Kusuma (b.1993)
Gatari is a cultural worker based in Yogyakarta, Indonesia. She has been part of Bakudapan Food Study Group since the start. Besides being part of Bakudapan, she is working as a researcher in KUNCI Study Forum & Collective. Her interest in these collectives is to continue exploring in research methods and understanding of learning. And also about how knowledge is re-produce and re-question in these topics. Lately it is working on topics such as collective work practice and city as a space.

Gatari Surya Kusuma (b.1993)
Gatari adalah seorang pekerja budaya yang tinggal di Yogyakarta, Indonesia. Dia telah menjadi bagian dari Kelompok Studi Makanan Bakudapan sejak awal. Selain menjadi bagian dari Bakudapan, ia juga bekerja sebagai peneliti di KUNCI Study Forum & Collective. Ketertarikannya pada kolektif ini adalah untuk terus mengeksplorasi metode penelitian dan pemahaman pembelajaran. Dan juga tentang bagaimana pengetahuan diproduksi ulang dan dipertanyakan kembali dalam topik-topik tersebut. Akhir-akhir ini mereka sedang mengerjakan topik-topik seperti praktik kerja kolektif dan kota sebagai sebuah ruang.

Meivy Andriani Larasati (b. 1998)
Meivy is a researcher and translator with eclectic interests. Perhaps her years as an anthropology student may be responsible for this outlook as she continues striving to find meaning and wonder in the mundane. In Bakudapan, she found an expansive way to channel her misgivings about food and learn about collectivity. She is currently honing her skills in reading and writing, as well as volunteering. Sometimes she writes in her personal blog besokbesokbesok.wordpress.com

Meivy Andriani Larasati (b. 1998)
Meivy adalah seorang peneliti dan penerjemah dengan minat yang eklektik. Mungkin pengalamannya mempelajari antropologi budaya bertanggung jawab atas pandangannya ini, karena ia terus berusaha menemukan makna dan keajaiban dalam hal-hal yang biasa. Di Bakudapan, ia menemukan cara untuk menyalurkan keraguannya tentang makanan dan belajar tentang kolektivitas. Saat ini ia sedang mengasah kemampuannya dalam membaca dan menulis, serta menjadi sukarelawan. Terkadang ia menulis di blog pribadinya besokbesokbesok.wordpress.com

Monika Swastyastu (b 1994)
Monika is an independent researcher with a background in cultural anthropology. Her research covers topics such as identity, food security,foodways, ethical consumption, and green capitalism. She has a particular interest in food anthropology. Additionally, Monika is a self-taught cook who explores various flavors and recipes. Recently, she has been interested in developing wine with local fruits under her own label. She also has experience in the food and beverage business.

Monika Swastyastu (b 1994)
Monika adalah seorang peneliti independen dengan latar belakang antropologi budaya. Penelitiannya mencakup topik-topik seperti identitas, ketahanan pangan, kebiasaan makan, konsumsi etis, dan kapitalisme hijau. Ia memiliki minat khusus dalam antropologi pangan dan juga eksplorasi metodologi penelitian. Selain itu, Monika adalah seorang juru masak otodidak yang mengeksplorasi berbagai rasa dan resep. Baru-baru ini, ia tertarik mengembangkan wine dengan buah-buahan lokal di bawah labelnya sendiri. Ia juga memiliki pengalaman dalam bisnis makanan dan minuman.

Khairunnisa (b.1991)
Khairunnisa (Nisa) is an independent researcher and art worker. She co-founded Bakudapan Food Study Group after she graduated from the Cultural Anthropology Department at Gadjah Mada University. She is currently an active member in Struggles for Sovereignty. Through her experience working in collectives, she gained interest in experimenting with research practices and learning methods. Nisa’s ongoing research interests are care and domestic works, solidarity and knowledge production which she actively exercises in her practice personally and collectively.

Khairunnisa (b.1991)
Khairunnisa (Nisa) adalah seorang peneliti independen dan pekerja seni. Dia mendirikan Bakudapan Food Study Group bersama seorang teman setelah menyelesaikan jenjang sarjana di Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Saat ini dia juga aktif sebagai anggota dari Struggles for Sovereignty. Sebagai seorang peneliti, Nisa memiliki ketertarikan dalam kerja domestik dan perawatan, solidaritas, dan pertukaran pengetahuan yang dia kembangkan baik secara personal maupun bersama kolektif.

Shilfina Putri Widatama (b. 1998)
Shilfina is currently involved in a range of communication work, from research-based artistic projects and project management to campaign and advocacy strategizing. Her practice mainly focuses on climate justice advocacy, with additional specialization in issues of energy sovereignty and development, gender, and ecology. Her analytical approach is influenced by her undergraduate study of philosophy at Universitas Gadjah Mada. She believes in the strength of collectivity and often contributes to the creation of illustrations, graphic design, and copywriting in her practice.

Shilfina Putri Widatama (b. 1998)
Saat ini Shilfina terlibat dalam berbagai kerja-kerja komunikasi, mulai dari proyek artistik berbasis penelitian, manajemen proyek hingga perencanaan kampanye dan advokasi. Kesehariannya yang berkutat dalam advokasi keadilan iklim juga memiliki fokus penekanan pada isu-isu kedaulatan energi serta pembangunan, gender, dan ekologi. Pendekatannya yang analitis juga dipengaruhi oleh studi sarjananya yaitu Ilmu Filsafat di Universitas Gadjah Mada. Shilfina percaya pada kekuatan kolektivitas dan sering berkontribusi dalam pembuatan ilustrasi, desain grafis, dan penulisan naskah dalam praktiknya.

Esty Wika Silva (b. 1994)
Silva is interested in issues related to the environment and daily activism, delving into emotions, psychology, and collective awareness that are interconnected in the everyday relationships between communities and individuals as a reflection, and using embroidery as an artistic medium to document and reflect the process. Silva is also interested in exploring textile waste management from her embroidery production for various needs such as crafting and slow fashion in small-scale. Apart from that, she works as a commissioned illustrator, writes fiction, and explores music culture and independent publishing

Esty Wika Silva (b. 1994)
Silva tertarik dengan isu-isu yang bersinggungan dengan lingkungan dan aktivisme sehari-hari, mendalami emosi, psikologi dan kesadaran kolektif yang saling terhubung dalam relasi sehari-hari antar komunitas dan individu sebagai refleksinya, dan menggunakan pendekatan artistik media sulam untuk mencatat proses tersebut. Silva juga tertarik mendalami pengolahan limbah tekstil dari proses produksi sulamnya untuk berbagai kebutuhan seperti slow fashion dan crafting dalam skala kecil. Selain itu, ia juga bekerja sebagai ilustrator komisi, menulis fiksi, mengeksplorasi kultur musik dan terbitan mandiri.