Pertemuan dua (6/5/2015)

Seminggu kemudian, akhirnya Bakudapan bertemu kembali. Kali ini kami secara resmi akan memperkenalkan para peserta “Fast and Foodrious”, Elia, Mira, Putri, Agni, Bagus, Febri, Uma, Dwicky, Benny, Gatari, Fikry, Nisa, dan Gloria. Dalam diskusi kedua ini, kmai mencoba untuk menjabarkan isu-isu yang telah kami temukan pada pertemuan pertama. Kami memulai diskusi dengan jam yang sama seperti minggu lalu dan perubahan yang menonjol adalah makanan yang disajikan lebih dari satu menu! Terakhir kali kami menyajikan kue, tahu goreng, serta Coca Cola versi KW. Kesempatan ini kami menyajikan kentang tumbuk yang dibuat Mira dengan menggunakan buku “KFC Secret Recipes”, dua jenis (tetap versi KW) udang tempura atau mungkin lebih tepat disebut nugget, tahu tempe goreng, dan tetap menghadirkan Coca Cola versi KW. Ditemani dengan makanan yang banyak ini, kami memulai diskusi.

Diskusi yang berputar, berputar, dan berputar…..

Untuk mengembangkan ide dari setiap peserta, satu minggu tidaklah cukup, terutama saat mengumpulkannya dari 13 orang. Demi mengumpulkan ide ini kami sepertinya akan melalui serangkaian diskusi panjang tapi menyenangkan.

Elia memulai diskusi dengan memberikan gambaran bagaimana ia dan Nisa mengevaluasi pertemuan minggu lalu, yang menghasilkan gambaran mind-mapping bubbles untuk mewakili isu yang muncul pada pertemuan terakhir (lihat gambar diatas). Melihat dari gambar tersebut, dapat dilihat judul “Fast Food and The Politics of Taste” dan bubbles tiap isu dibagi menjadi dua, senses dan image. Judul dan isu bubbles akan dijelaskan lebih lanjut pada tulisan yang akan datang.

Berakhirnya penjelasan awal, kami memulai diskusi dengan melihat citra internasional yang dimiliki oleh J.co Donuts, walaupun sebenarnya mereka berasal dari Indonesia. Bagus memulai diskusi dengan menanyakan hubungan antara kolonialisme dan kebersihan, apakah mereka berhubungan? Kemudian Febri menyampaikan hubungannya mungkin adalah strategi dari promosi mereka, membuat citra interansional untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Diskusi berikutnya dilanjutkan oleh Mira yang menyinggung tentang promosi yang dilakukan saat ini lebih bersifat personal, contohnya adalah dengan mengirimkan pesan singkat kepada pengguna telepon genggam. Sepertinya, saat ini memang menggunakan pendekatan yang bersifat personal. Contoh lainnya melalui fenomena yang belakangan populer di media sosial, menceritakan kisah seorang supir taksi yang mengumpulkan gajinya untuk dapat merayakan ulang tahun anaknya di KFC. Taktik promosi dan isu yang sedang populer ini menjadi heboh saat didiskusikan, bagaimana promosi ini menciptakan citra baru dari makanan cepat saji?

Berbicara mengenai citra, Agni menyampaikan idenya mengenai relasi antara makanan cepat saji dan gender. Dia merasa saat pergi berkumpul bersama teman-temannya ke kafe yang menjual makanan penutup, dia jarang menemukan sekelompok laki-laki melakukan hal yang sama, kalaupun ada, dia merasa aneh. Makanan cepat saji dan gender pada akhirnya bagi pserta masih menjadi pertanyaan yang harus didiskusikan lebih lanjut, apakah gender dan makanan cepat saji berhubungan? Apakah preferensi rasa berhubungan dengan gender ataukah pengaruh pengalaman?

Kegelisahan yang baik

Diskusi berlangsung selama dua jam dan masih banyak dari peserta yang belum menemukan ide untuk topik mereka pribadi. Hasil dari diskusi ini masih berputar-putar pada isu minggu lalu dan belum mendapatkan ide dari setiap peserta untuk menajdi fokus. Dalam kebingungan ini, Uma memberikan pertanyaan, “apakah topik fast food membuat teman-teman menjadi gelisah?”

Awalnya kami bingung dengan pernyataan dari Uma, apa yang dia maksud dengan gelisah?  Kegelisahan mungkin datang dari kontradiksi yang muncul dari isu makanan cepat saji dan bagaimana mengolahnya sebagai ide. Mungkin secara tidak sadar kita menyukai makanan cepat saji. Kita menyadari bahwa kegelisahan ini datang melalui mempertanyakan kontradiksi diantara isu makanan cepat saji.

Diskusi kedua ini mungkin terlihat tidak menghasilkan jawaban yang jelas, tetapi untuk sekarang, kami pikir itu hal yang bagus.