Catatan Pekan Menonton Bakudapan: “Fresh Guacamole & Submarine Sandwich”

Oleh : Yulaika Ramadhani *

“Bahan-bahan makanan di film ini sarat simbol dan sarkasme semua,”

Dua jam sebelum mengatakan kalimat tersebut, Bagus Anggoro mengendarai motornya mulai dari Jalan Kaliurang, membelah Kotabaru, Jalan Mataram, melewati Pojok Benteng Wetan, hingga sampai di jalan Ngadinegaran, Mantrijeron, Yogyakarta. Satu lokasi tempat ‘Pekan Menonton Bakudapan’ berlangsung, Selasa 25 Juli 2017 lalu.

“Selamat datang di KUNCI Cultural Studies Center,”

Sambil mempersiapkan proyektor dan alat pemutar film, Bagus Anggoro mempersilakan saya yang malam itu kali pertamanya menyambangi KUNCI.

Sebulan sebelumnya, Bagus Anggoro mengajak saya mengobrol di Antologi, satu coworking space yang dikelolanya. Sambil menikmati seduhan cappucino yang dibuatnya sendiri, dia meminta saya untuk memilih beberapa film untuk ditonton bersama-sama. Film yang terkait dengan pangan dan makanan, katanya memberi batasan. Saya curiga, dia meminta demikian barangkali karena terlalu sering melihat saya memelototi laptop dan melakukan hal aneh lainnya alih-alih memesan kopi dibar-nya.

Membicarakan perkara pangan dan makanan, yang langsung terbayang dibenak saya saat itu adalah kepala lele goreng sisa yang diperebutkan dua kucing tetangga di Antologi.

Karena seperti kita sadari, makanan selain dimaknai sebagai kebutuhan bertahan hidup, ia juga mengambil peran sebagai bahan perebutan. Di titik ini, makanan adalah perkara kekuasaan. Di spesies selain manusia, perebutan makanan tampak jelas, sedang di manusia sendiri pergerakannya lebih subtil dan dilakukan dengan cara-cara yang lebih kejam. Hal ini akan tampak ketika kita mendedah pangan dari fungsi identitas, ketika kita menyentuhkannya dengan pembahasan kelas sosial hingga kapitalisme.

Sampai di pembahasan ini, saya terpikir beberapa film yang bisa saya pilih. Beberapa di antaranya adalah Negeri di Bawah Kabut, film dokumenter yang membahas benturan antara pangan dan ironi pendidikan, The Lunchbox, film drama India yang membawa bahasan keintiman dan seksualitas melalui serantang makanan, The Hundred-Foot Journey yang membahas keragaman bermasyarakat dari perkara-perkara yang bermula di dapur, serta dua film animasi pendek berjudul Fresh Guacamole dan Submarine Sandwich.

Dua judul film terakhir di atas yang kemudian kami putuskan untuk kami tonton bersama di Pekan Menonton Bakudapan edisi akhir Juli kemarin.

Dua tahun sebelum acara menonton itu, saya menghadiri sebuah acara nobar dan diskusi bersama anak-anak Cinema Poetica di markas kami yang waktu itu masih di daerah Kalibata. Dalam diskusi tersebut, saya menonton film Fresh Guacamole untuk pertama kalinya. Yang menarik dari diskusi waktu itu adalah satu film tersebut bisa dibaca dengan tafsiran yang beragam oleh peserta diskusi. Hal yang sama berulang kembali di acara diskusi usai pemutaran film di acara pekan menonton bersama Bakudapan, malam itu.

Fresh Guacamole sendiri adalah film stop-motion Amerika yang dibuat PES (Adam Pesapane) pada tahun 2012. Film nominasi oscar untuk kategori Best Animated Short Film ini menceritakan perihal pembuatan Guacamole, kudapan dari Amerika.

Menariknya, dalam prosesnya guacamole di film ini tidak dibuat dengan bahan-bahan makanan, namun benda-benda sekitar seperti granat, koin judi, dan hal-hal lain yang sejatinya adalah bentuk sarkasme pembuat film sendiri dalam mempertanyakan esensi manusia untuk hidup, melalui semangkuk kudapan.

Guacamole adalah makanan tradisional Meksiko yang terbuat dari bahan dasar buah avokad, ditambah dengan lemon, tomat, garam, dan dinikmati dengan keripik tortilla. Buah avokad di film ini diganti dengan sebuah granat, sedangkan tomat dan bahan campuran lain diganti dengan dadu, bola golf, lampu, perumahan, serta kerupuk tortilla digantikan dengan koin judi.

Benda-benda mati yang dipakai mensubstitusi bahan guacamole di film tersebut tentu tidak ditempatkan sembarangan oleh pembuat film, namun dipakai sebagai simbol-simbol yang sarat tafsiran sarkasme atas kejadian yang tengah berlangsung di sekitar kita. Granat melambangkan peperangan dan benturan-benturan dalam masyarakat. Bola golf bisa dimaknai sebagai proses-proses licik penguasa mengkonversi lahan persawahan menjadi lapangan golf yang selama ini hanya mempunyai nilai dan daya jual untuk mereka yang berpunya saja. Dadu dalam film bisa dimaknai sebagai bentuk dari perjudian, baik dalam makna kiasan maupun dalam arti sebenarnya.

Karena kembali lagi, secara sadar atau tidak, kita terlibat dalam prosesi perjudian dalam kehidupan kita bermasyarakat. Mereka yang mempunyai kuasa biasanya yang memegang kendali. Dan sejatinya, hal-hal yang mereka usahakan di bawah kendali mereka adalah bagian dari upaya bertahan hidup sebagai manusia.

Dan upaya paling sederhana dari bertahan hidup adalah makan. Yang mana sesuai dengan representasi film Fresh Guacamole sendiri yang menghadirkan sarkasme-sarkasme di atas melalui sepiring makanan. Hal yang sama juga ditemukan dalam film kedua, Submarine Sandwich. Film yang juga dibuat oleh PES.

Selain itu, jika ditilik dari sejarahnya, Guacamole sendiri merupakan makanan khas Mexico yang kemudian dikenal luas oleh masyarakat Amerika Serikat. Perluasan selera konsumsi masyarakat tersebut tidak terlepas dari ekstensi lahan tempat menanam pohon avokad yang terjadi di Amerika.

Permasalahan kompleks lain, perihal politik lahan sampai dengan perkara perang dapat kita ulik dari dua film dengan durasi kurang dari lima menit tersebut. Satu pengalaman menonton dan berdiskusi bersama perihal hal-hal kompleks di sekitar kita dengan media menarik, yakni film, bersama teman-teman dari Bakudapan Food Study Group.

* Penulis diundang oleh Bakudapan untuk mengkurasi Pekan Menonton Bakudapan selama 3 periode pemutaran, dan merupakan penulis aktif di Cinema Poetica dan Tirtoid.